Selasa, 08 Maret 2011

takdir

Pengertian Takdir
1. Pengetian Takdir
Kata Takdir terambil dari kata Qaddara berasal dari akar kata “qadara” yang antara lain berarti; mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika anda berkata “Allah telah menakdirkan demikian”, maka itu berarti, “Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.
Dari sekian banyak ayat Alqur’an dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah Swt. menuntun dan menunjukkan mereka mereka arah yang seharusnya mereka tuju. Begitu dipahami antara lain dari ayat-ayat permulaan Surat Al-A’la ayat 1 – 3:
Terjemahnya; Sucikanlah Nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan (semua makhluk) dan menyempurnakannya, yang memberi takdir kemudian mengarahkanya.
Kata qadar dan takdir mempunyai perbedaan makna. Kata qadar menurut M. Quraish Shihab, mempunyai beberapa makna, diantaranya ketetapan, mulia dan sempit.
Beliau memaknakan kata qadar dengan ketetapan dan mulia, karena ia berdasar pada ayat Allah Swt, dalam surah al-qadr Allah berfirman :
(Malam ketetapan takdir manusia atau malam mulia karena pada malam itu Allah menetapkan takdir seseorang).
Sedangkan kata qadar yang bermakna sempit, beliau berdasar pada firman Allah Swt, يبسط الرزق لمن يشاء (Allah melapangkan rezeki seseorang yang ia kehendaki dan menyempitkan).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata qadr dimaknakan kekuatan, kuasa, kodrat dan ukuran Kata قدير dan قادر yang akar katanya dari kata qadar lebih banyak diartikan kuasa, seperti dalam firman Allah إن الله على كل شئ قدير (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas sesuatu), dan QS. al-An’ām (6): 37, yakni ;
Terjemahnya :
Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mu`jizat dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mu`jizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.
Juga dalam QS. al-Qamar (54): 42
Terjemahnya :
Mereka mendustakan mu’jizat-mu’jizat Kami kesemuanya, lalu Kami azab mereka sebagai azab dari yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.
Dengan demikian, M. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa قادر dan مقتدر adalah sifat-sifat Allah Yang Maha Kuasa itu, tetapi kudrat dan kekuasaanNya yang ditunjuk oleh sifat ini lebih banyak ditujukan kepada para pembangkang dan yang tidak beriman, sebagai ancaman atau siksa kepada mereka. Setelah menelusuri makna atau pengertian qadar, maka dapat disimpulkan bahwaqadr adalah salah satu sifat Allah Swt, yang bermakna kuasa atas menetapkan sesuatu, apakah ketetapan itu mulia, sempit dan lapang. Dapat pula disimpulkan bahwa qadar Tuhan menetapkan dalam bentuk berpasang-pasangan yakni ada yang lapang ada pula yang sempit, ada yang mulia dan ada yang terhina, dan ada yang baik ada pula yang buruk. Olehnya itu, M. Quraish Shihab berkata, “Manusia tidak dapat luput dari takdir, yang baik maupun buruk”. Muncul pertanyaan, mengapa pengertian term qadar dan takdir berbeda ?. Pertanyaan ini dijawab oleh Bahasa bahwa semua kata yang mempunyai tambahan, apakah itu huruf atau tanda-tanda maknanya juga bertambah.
Oleh karena itu, selain M. Quraish Shihab yang memberikan pengertian takdir seperti di atas, Wahbah Zuhaili pun menambahkan pengertiannya : التقدير هو جعل الاشياء على مقادر مخصوصة (Takdir adalah segala sesuatu itu telah diberikan kepadanya oleh Allah Swt, takdir, qadar, ukuran dan batas yang spesial).
Al-Raqib al-Asfahani (w. 425 H), mengatakan bahwa takdir Allah mempunyai dua kandungan makna, hukum dan memberikan kuadrat. Ketika Allah Swt, berfirman “قد جعل الله لكل شيئ قدر” (Allah telah menjadikan ukuran atau batas kepada sesuatu, maka itu dimaksudkan adalah hukum).
Setelah ditelusuri dan diklasifikasi makna qadar dan takdir, akhirnya dapat diartikan pengertian sebagai berikut :
Kata qadar melahirkan kata qaddara yang keduanya mempunyaimakna di satu sisi adalah makna yang sama dan disisi lain makna yang berbeda, namun makna tersebut saling terkait dan melengkapi.
Kata qadar yang berbentuk isim mashdar menunjukkan sebuah makna konteks yang kandungan artinya adalah aturan-aturan atau hukum. Allah Swt, berfirman: قد جعل لكل شيئ قدر (Allah telah menjadikan kepada setiap sesuatu aturan).
Kata qadar dan takdir di atas telah dimaknakan qadar, ukuran, batas, sehingga penulis berkesimpulan bahwa kesemuanya itu adalah aturan dan hukum Allah Swt. Apabila qadar yang telah ditetapkan berani melampaui batas, ukuran dan qadar yang telah ditetapkan oleh Allah, maka akan mendapatkan tambahan dan sanksi dari Allah yang juga merupakan takdir Allah Swt.
Kata takdir yang akar katanya kaddara menunjukkan sebuah makna konteks yang kandungan maknanya menetapkan dan menentukan. Allah Swt, misalnya menyatakan dalam QS. Yunus 10 : 5 ;
Terjemahnya :
Dia yang menjadikan matahari bercahaya dan bulan bersinar lalu Dia menetapkannya manazil-manazil …..
Kata قدير dalam al-Qur’an berulang sebanyak 45 kali. Hal ini menunjukkan sebuah arti yang sangat dalam, yakni Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sementara kata قدر berulang sebanyak 11 kali dan kata مقدار berulang sebanyak 3 kali, yang kedua kata tersebut mengartikan ukuran. Jika kata di atas diurut maka yang didahulukan dari urutan tersebut adalah kata قدر، تقدير، قدير dan قدر/مقدار maksudnya adalah Allah kuasa menetapkan/menentukan memberi qadar tertentu bagi aturan dan ukuran, batas-batas kepada makhlukNya.
Pengertian takdir menurut ikhtiar manusia
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya, baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempat, maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini ada takdirnya, termasuk manusia.

TAKDIR DALAM AGAMA ISLAM
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.

Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.

DIMENSI KETUHANAN
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
• Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (QS. Al Hadid [57]:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).
• Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya). (QS. Al-Furqaan25]:2)
• Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah. (QS. Al-Hajj[22]:70)
• Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (QS. Al Maa'idah[5]:17)
• Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya. (QS. Al-An'am[6]:149)
• Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. (QS. As-Safat[37]:96)
• Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS. Luqman[31]:22). Allah yang menentukan segala akibat.
DIMENSI KEMANUSIAAN
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
• Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (QS. Ar Ra'd[13]:11)
• (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al Mulk[67]:2)
• Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih(QS. Al-Baqarah[2]:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
• ... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (QS. Al Kahfi[18]:29)
IMPLIKSI IMAN KEPADA TAKDIR
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manuisa hanya tahu takdirnya setelah terjadi.

Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinialianya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (QS. Al Hadiid[57]:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
Sikap Kita Terhadap Ketentuan ALLAH ‘Azza wa Jalla
Kali ini saya ingin coba menuliskan ulang mengenai takdir dan sikap seorang muslim terhadap takdir. Kewajiban kita yakin terhadap takdir ALLAH terdapat di rukun iman yang ke enam. Penting bagi seorang muslim untuk memiliki keyakinan yang benar terhadap takdir sehingga seorang muslim tidak terjerumus pada prasangka yang buruk terhadap siapapun.
Hal yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah ALLAH telah menetapkan semua sebelum kita diciptakan. Jadi ALLAH telah menentukan rejeki, jodoh, amal, ajal, celaka atau bahagia, dan lain-lain. Semua telah ditentukan dari awal hingga akhir dunia (kiamat).
Setelah membaca paragraf kedua bahkan mungkin sebelum melihat tulisan ini kita sering berpikir, buat apa kita berusaha (beramal baik) jika ALLAH telah menentukan segalanya di dalam kehidupan kita(rejeki, amal, ajal, jodoh, bahkan tempatnya di hari akhir)? Apakah kita berhak memilih terhadap sesuatu padahalALLAH telah menentukan sebelumnya?
Terhadap pertanyaan kedua, ALLAH telah berfirman di dalam surat An-Naba: 39
“ Artinya: Maka barangsiapa menghendaki, maka dia mengambil jalan menuju Rabb-Nya.”
Dan
Surat Al-imran: 152
“artinya: Sebagian dari kamu ada orang yang menghendaki dunia dan sebagian orang dari kamu ada yang menghendaki akhirat.”
Dua dalil di atas menjelaskan bahwa makhluk yang memiliki akal dapat memilih perbuatan yang akan dilakukannya.
Jawaban untuk pertanyaan pertama adalah firman ALLAH subhanahu wa ta’ala di surat Al-insan: 3
“artinya: Sesungguhnya Aku telah memberi petunjuk kepadanya pada jalan (yang benar), maka adakalanya dia bersyukur dan adakalanya dia kufur”
Ayat di atas menunjukkan pada kita bahwa kita telah diberi petunjuk mana yang baik dari berbagai pilihan yang tersedia. Misalkan, ada perkara A yang dapat mendatangkan kebaikan dan perkara B yang juga telah diketahui akan mendatangkan keburukan. Tentu saja kita memilih perkara A yang terdapat kebaikan di dalamnya. Agar kita lebih mengerti permasalahan ini, berikut firmanALLAH di dalam surat Luqman: 34
“Artinya : Setiap diri tidak mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok”
Ayat di atas merupakan isyarat bagi seorang muslim untuk berusaha di dalam kehidupan dunia dan akhiratnya karena sesungguhnya kita tidak akan tahu takdir yang telah ALLAH tetapkan sebelum kita melakukan.
Kesimpulan: Milik ALLAH segala pengetahuan. Yakinlah bahwa ALLAH lah yang telah menetapkan setiap kejadian agar kita dapat menjadi hamba-hamba yang lebih sabar dan kuat. ALLAH memberikan hak untuk memilih kebaikan atau keburukan. Seorang makhluk hanya akan mengetahui takdir yang telah ditetapkan setelah ada kejadian (dilakukan). Tidak dibenarkan untuk berpangku tangan baik dalam urusan dunia dan akhirat sehingga tidak benar pernyataan bahwa ALLAH telah menakdirkan aku berbuat maksiat.
Semoga ALLAH memberi petunjuk dan membuka hati kita untuk menerima petunjuk-Nya.

Rabu, 02 Maret 2011

budaya organisasi


budaya organisasi
http://www.docstoc.com/docs/72646495/budaya-organisasi

budaya organisasi

http://www.docstoc.com/docs/72646495/budaya-organisasi